Memotret Aliran-Aliran Pemikiran

. Wednesday, August 15, 2007
  • Agregar a Technorati
  • Agregar a Del.icio.us
  • Agregar a DiggIt!
  • Agregar a Yahoo!
  • Agregar a Google
  • Agregar a Meneame
  • Agregar a Furl
  • Agregar a Reddit
  • Agregar a Magnolia
  • Agregar a Blinklist
  • Agregar a Blogmarks

Dalam dunia filsafat sebagian tokoh mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman, sebagian lagi ada yang berpendapat pengetahuan diperoleh melalui penginderaan, sebagian lagi bilang bahwa pengetahuan didapat melalui olah akal, dan seterusnya. Dalam bermazhab kita kenal beberapa aliran mazhab berikut ciri-ciri istimbath hukumnya. Pun dalam ber-Islam sendiri kita tahu banyak aliran didalamnya. Belum lagi bagaimana cara-cara peminat agama ini dalam mendekati tuhan guna menyingkap tabir hukum-hukum tuhan dengan berbagai macam varian olah yang mereka lakukan. Belum lagi pecahan dari setiap genre.Misalnya, genre aliran sosialis yang dipelopori August Comtee kini sudah beranak pinak, ada sosialis-materialis, sosialis-kapitalis, dan lain-lain

Daya cipta, rasa, dan karsa merupakan karunia tuhan bagi manusia. Dalam episode perjalanan hidup, manusia tidak pernah lepas dari pergumulan interaksi kebersamaan dalam berdialektika, baik antar sesama manusia atau alam sekitar. Dan, dengan daya yang dimilikinya kemudian manusia mampu memproduksi pengetahuan. Seharusnya, ketika ada satu fenomena pengetahuan juga ada satu kesatuan pengetahuan antara yang satu dengan yang lainya, tapi kenyataanya tidak demikian, bahkan berbalik, apa yang selazimnya satu menjadi berwarna-wani.

Keberagamaan yang terjadi tidak pernah lepas dari faktor keterpengaruhan. Manusia sebagai pencipta pengetahuan dengan dayanya adalah pihak terpengaruh. Sudah barang tentu kalau bahan-bahan dalam memperoleh pengetahuan ialah bahan terpengaruh. Maka, pengetahuan yang dihasilkan adalah produk terpengaruh karena komponennya berasal dari keterpengaruhan. Nah, dari pengetahun yang dihasilkan manusia inilah kemudian menimbulkan anggapan dan dari anggapan muncullah perilaku manusia sebagai ekses dari anggapan tersebut, pendek kata perilaku manusia adalah fotokopi dari anggapan yang diyakininya.

Contoh konkret dari uraian tersebut adalah kalangan tekstualis dan kontektualis nash. Orang-orang tektualis menganggap bahwa zakat tidak boleh diganti dengan nilai lain meski dengan ukuran yang sama dengan takaran. Sementara, orang-orang kontektualis melegalkan bilamana biji-bijian diganti dengan nilai lain yang sepadan dengannya. Ini terjadi karena kalangan kontektualis lebih menekankan terhadap aspek maksud teks, bukan teksnya, sementara kalangan tekstualis lebih pada teksnya saja tanpa memahami maksud didalamnya. Dari kedua aliran ini munculah aliran netralis teks yang memaklumi dan mengakomodasi kedua hukum. Penggunaan kedua hukum disesuaikan dengan kondisi. Ini hanya satu masalah, lalu masih bejibun masalah berikut aliran-aliran dalam masalah-masalah tadi.

Percaya apa tidak, memang ada kebenaran lain selain kebenaran menurut tuhan, yakni kebenaran menurut manusia. Namun sayangnya kebenaran-kebenaran yang nampak dari olah daya manusia tidak dijadikan landasan dasar atau semacam wahana untuk bersikap toleran terhadap kebenaran dan perilaku kebenaran yang berada diluarnya. Ketika para pelaku kebenaran meyakini bahwa kebenaran yang ada pada dirinya atau kelompoknya merupakan kebenaran tuhan, maka disinilah pangkal permasalahan. Dengan demikian, mereka menganggap apa yang menurut mereka benar harus dijadikan absolute of frame reference, saling membenarkan kebenaranya masing-masing, sekaligus meyakini kebenaran mereka adalah perwakilan kebenaran tuhan. Padahal kebenaran tuhan bukan kebenaran manusia, dan sebaliknya. Kebenaran manusia hanya berupaya mendekati kebenaran tuhan.

Sebenaranya bukanlah sebuah masalah yang harus dibesar-besarkan jika kebenaran yang mereka amini hanya ada dalam otak dan pemahaman, tidak terwujud dalam bentuk tindakan, namun karena mereka mewujudkannya dalam bentuk tindakan dan tidak hanya menyinggung, melainkan melukai dan menodai hakekat bersama dalam kebenaran, tak berlebihan bila kemudian muncul gesekan pemahaman, bahkan fisik. Lucu, bagaimana mungkin tindakan salah berlandaskan kebenaran? Seharusnya jika landasannya benar maka tindakannyapun juga benar. Tapi inilah realita.

Manusia saling mempertentangkan kebenaran. Dunia sosial masyarakat memang bukan dunia eksak, satu tambah satu hasilnya dua. Sebuah kesadaran yang patut dipatri dalam hati, satu kebenaran tambah satu kebenaran bukan dua kebenaran yang menyatu, tapi nol kebenaran.

Dus, bagaimana jika pertentangan sudah sedemikian menggejala dan korban akibat kebenaran sudah banyak, tidak hanya pada aspek sosial, pun juga ekonomi. Akankah kita mau ikut-ikutan meramaikan pertentangan kebenaran dengan membuat kebenaran baru juga? Selaras dengan apa yang terjadi, tidak sepatutnya terus-menerus mempertentangkan dan mempertanyakan kebenaran-kebenaran lain serta mengedepankan kebenaran kita sendiri. Sebab ada yang lebih baik dari itu semua, yakni memperebutkan kesalahan dan mempermasalahkan kesalahan.

Sebuah keniscyaan bila semua aliran mau bersama mempermasalahkan kesalahan dan kelemahan masing-masing maka tidak akan ada pertentangan kebenaran yang berakibat pada kesalahan, pun juga tidak akan ada keramaian kebenaran-kebenaran menyeruak diantara bilik-bilik ruang masyarakat. Semua sibuk mengurusi kesalahan masing-masing, menghargai kebenaran lain, serta tidak mengklaim ketidakbenaran kelompok lain.Tapi, ulasan diatas juga hanya sebuah upaya menemukan kebenaran terhadap apa yang terjadi dengan dunia sekeliling kita, bukan kebenaran mutlak. Wallahua’lamu bil showab.

0 comments: