Sistem Pendidikan Full Day

. Saturday, June 16, 2007
  • Agregar a Technorati
  • Agregar a Del.icio.us
  • Agregar a DiggIt!
  • Agregar a Yahoo!
  • Agregar a Google
  • Agregar a Meneame
  • Agregar a Furl
  • Agregar a Reddit
  • Agregar a Magnolia
  • Agregar a Blinklist
  • Agregar a Blogmarks

Tak dapat dielakan lagi bahwasannya eksistensi pendidikan di zaman modern ini sangat urgen bagi setiap individu. Apalagi di zaman cyber ini, setiap aktivitas kita tak akan lepas dengan teknologi. Kemajuan pesat teknologi sangat berpengaruh dengan taraf pendidikan di dalam suatu komunitas tersebut. Sungguh sangat mustahil, suatu Negara, sebut saja Negara kita Indonesia dapat menciptakan penemuan terbaru tanpa adanya pendidikan dalam bidang tersebut. Dan Indonesia dari tahun ke tahun terus malakukan inovasi dalam bidang pendidikan, entah itu dalam aspek kurikulum, manejemen dan sebagainya. Dan akhir-akhir ini pemerintah kita telah mencanangkan sebuah program pendidikan yang disebut dengan full day school, dimana seorang siswa seharian penuh berada dalam lingkup sekolah. Duduk di kelas memperhatikan berbagai penjelasan guru, mulai pagi hingga sore hari

Ini merupakan sebuah inovasi dalam pendidikan Indonesia. Akan tetapi sangat disayangkan, pemerintah kurang cermat dalam menentukan kegiatan, untuk mengisi system tersebut, ditambah lagi dengan waktu yang kurang efisien, dimana otak seorang siwa dipaksa untuk memperhatikan keterangan guru mulai pagi hingga sore hari, mungkin banyak siswa yanga merasa jenuh dengan system yang seperti ini. Dalam kesempatan ini, coba kita perhatikan pandidikan fullday ini. Disana terdapat sedikit kekurangan. Pertama pelajaran yang diajarkan seorang guru tehadap siswa. Sejak pagi hingga sore hari mereka hanya dicekoki dengan pendidikan yang berbau intlektual saja. Otak kiri siswa selalu dilatih akan tetapi sebaliknya otak kanan mereka dibiarkan begitu saja. Inilah salah satu kekurangan pendidikan Indonesia, yang lebih mengedepankan pendidikan intlektual, sedangkan pendidikan emotional mereka tak diperhatikan. Kedua masalah waktu yang begitu panjang. Mulai pagi hingga sore siswa hanya duduk terpaku di dalam kelas, mendengarkan penjelasan guru yang sedikit menjenuhkan. Untuk masalah koginitif saya kira mulai pagi hingga siang itu sudah cukup dan itu merupakan waktu yang kondusif untuk belajar.Ya, mungkin ketika malam mereka bisa menambah porsi belajar mereka dengan bantuan orang tua mereka. Seandainya siang digunakan untuk belajar itu merupakan waktu yang kurang kondusif. Mengapa? Setelah makan siang tentunya perut terasa kenyang, dan itu akan menyebabkan kemalasan otak kita untuk bekerja. Ketiga kemana waktu mereka bermain bersosialisasi dengan sahabat-sahabat mereka. Bukankah manusia itu makhluk sosial yang membutuhkan sebuah kehidupan bermasyarakat, saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Sandainya mereka tak terbiasa untuk bergaul dengan sahabat-sahabat mereka, bagaimana mereka bisa hidup bermasyarakat. Nah ini yang sangat ditakutkan akibatnya. Memang dengan fullday akan banyak melahirkan seorang intlek akan tetapi apakah mereka bisa bersosialisasi dengan masyarakat sekitar…!

Bagaimana kita menyikapi hal ini. Jika kita menengok sedikit terhadap pendidikan pondok pesantren, mungkin kedua sistem tersebusipadukan. Mulai pagi hingga siang, siswa diberikan pendidikan kognitif. Sedasngkan siang hari, setelah mereka makan, sholat, waktu mereka untuk mengasah kemampuan emotional, seperti drama, menjahit, olahraga dan sebagainya. Sore harinya, merka bisa kembali le rumah mereka masing-masing, untuk bercengkrama, bersosialisasi dengan sahabat-sahabat mereka di rumah. Mungkin ini lebih efisien, dan akan menciptakan seorang cendikia, pemimpin yang mudah bersosialisai dengan masyarakat, pendek kata seseorang cendikia yang berjiwa social.

0 comments: